Tradisi Dzikir Fida’ Setiap Bulan Muharram di Desa Tanggul Kundung Kec. Besuki Kab. Tulungagung

Setiap datangnya bulan Muharram, masyarakat Desa Tanggul Kundung, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, melaksanakan sebuah tradisi keagamaan yang sudah turun-temurun dilakukan, yaitu dzikir fida’. Tradisi ini merupakan bentuk dzikir dan doa bersama yang dilaksanakan setiap malam selama bulan Muharram. Kegiatan ini menjadi bagian dari identitas religius masyarakat desa yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan sosial.
Pelaksanaan Dzikir Fida’
Dzikir fida’ di Desa Tanggul Kundung dilaksanakan setiap malam setelah shalat Magrib secara berjamaah. Kegiatan ini biasanya dilakukan di mushola atau masjid setempat, dan diikuti oleh berbagai kalangan, baik laki-laki maupun perempuan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua. Tradisi ini berlangsung selama 30 hari penuh selama bulan Muharram.
Setelah shalat Magrib berjamaah, jamaah tidak langsung bubar. Mereka duduk bersama dalam lingkaran dzikir. Dipimpin oleh tokoh agama atau imam setempat, mereka secara serempak membaca dzikir “Lā ilāha illallāh” sebanyak 1000 kali. Bacaan ini dilafalkan dengan suara yang khusyuk dan penuh penghayatan. Suasana malam menjadi tenang dan terasa religius dengan gema dzikir yang menyentuh hati.
Setelah bacaan “Lā ilāha illallāh” selesai, kegiatan dzikir ditutup dengan doa bersama. Doa tersebut ditujukan untuk keselamatan umat Islam, kebaikan desa, serta khususnya untuk arwah keluarga dan umat Islam yang telah wafat. Kegiatan ini sering juga disertai dengan pembacaan tahlil dan doa arwah, menjadikannya bagian dari tradisi dzikir fida’ yang lebih luas.
Makna Dzikir Fida’ di Bulan Muharram
Bulan Muharram dikenal sebagai salah satu bulan mulia dalam kalender Islam. Dalam masyarakat Desa Tanggul Kundung, Muharram bukan hanya dimaknai sebagai bulan baru, tetapi juga sebagai waktu untuk memperbanyak amal ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dzikir fida’ menjadi bentuk nyata dari upaya spiritual masyarakat dalam menyambut dan mengisi bulan mulia ini dengan kegiatan yang bermanfaat.
Dzikir “Lā ilāha illallāh” dipilih karena merupakan kalimat tauhid, inti dari ajaran Islam. Pengulangan kalimat ini sebanyak 1000 kali mencerminkan keteguhan hati untuk memperbarui keimanan dan menyucikan diri dari segala dosa. Selain itu, bacaan dzikir ini diyakini mampu membawa ketenangan jiwa, menghapus dosa, dan sebagai sarana pengingat kepada Allah SWT.
Hadis yang Relevan dan Penjelasannya
Pelaksanaan dzikir fida’ ini sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW yang menganjurkan umatnya untuk memperbanyak dzikir dan mengingat Allah dalam berbagai waktu. Salah satu hadis yang relevan untuk kegiatan Masyarakat ini yakni:
عَنْ جَابِرٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَقُوْلُ : (( أَفْضَلُ الذِّكْرِ : لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ )) . رَوَاهُ التِّرْمِذِي ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ ))
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dzikir yang paling utama adalah laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah).
[HR. Tirmidzi, no. 3383. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan].
Hadis ini menegaskan bahwa kalimat “Lā ilāha illallāh” adalah dzikir yang paling utama, karena mengandung inti dari tauhid dan merupakan pondasi dari seluruh amal ibadah dalam Islam. Dalam dzikir fida’, pengulangan kalimat ini sebanyak 1000 kali menjadi bentuk praktik nyata dari hadis tersebut.
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda yang hadisnya ada di dalam kitab Riyadhus Sholihin dan kitab Al-adzkar yakni:
وَعَنْ أَبِي مُوْسَى الأَشْعَرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُهُ مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ )) . رَوَاهُ البُخَارِيُّ
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang berdzikir (mengingat) Rabbnya dan yang tidak bagaikan orang yang hidup dan orang yang mati.” [HR. Bukhari, no. 6407 ]
وَرَوَاهُ مُسْلِمٌ فَقَالَ : (( مَثَلُ البَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيهِ ، وَالبَيْتِ الَّذِي لاَ يُذْكَرُ اللهُ فِيهِ ، مَثَلُ الحَيِّ والمَيِّتِ ))
Diriwayatkan oleh Muslim, “Perumpamaan rumah yang disebutkan nama Allah di dalamnya dengan yang tidak, bagaikan orang yang hidup dan orang yang mati.” [HR. Muslim, no. 779]
Hadis ini menggambarkan betapa pentingnya dzikir dalam kehidupan seorang Muslim. Dzikir membuat hati menjadi hidup dan bersinar, sedangkan orang yang lalai dari dzikir diibaratkan seperti orang mati, meski ia masih hidup secara fisik.
Nilai Sosial dan Budaya
Tradisi dzikir fida’ ini tidak hanya memiliki nilai religius, tetapi juga nilai sosial yang kuat. Kegiatan ini mempererat hubungan antarwarga, memperkuat kebersamaan, dan menanamkan nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Mushola dan masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial dan pendidikan spiritual masyarakat.
Para orang tua juga menjadikan tradisi ini sebagai sarana untuk mengenalkan anak-anak mereka pada ajaran Islam sejak dini. Anak-anak belajar duduk bersama, membaca dzikir, dan berdoa, yang kelak akan menjadi kebiasaan baik yang tertanam dalam diri mereka.
Kesimpulan
Tradisi dzikir fida’ yang dilaksanakan setiap malam di bulan Muharram oleh masyarakat Desa Tanggul Kundung merupakan warisan budaya religius yang sangat berharga. Dzikir “Lā ilāha illallāh” sebanyak 1000 kali dan doa bersama mencerminkan kecintaan masyarakat kepada Allah dan kepada ajaran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini juga membuktikan bahwa masyarakat desa mampu menghidupkan ajaran Islam dengan cara yang sederhana namun bermakna, sejalan dengan nilai-nilai dalam hadis Nabi tentang pentingnya dzikir. Oleh karena itu, tradisi ini perlu dijaga dan dilestarikan sebagai bagian dari kekayaan budaya Islam Nusantara.
Penulis : Rikhana Nur Lailatul Ramadhani