Juni 29, 2025

Apakah Diperbolehkan Memperbarui Akad Nikah, Apa Saja Ketentuannya?

WhatsApp Image 2025-03-21 at 09.39.38

Nganjuk-Pernikahan merupakan ibadah yang sangat sakral. Oleh karena itu, akad nikah harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan tuntunan syariat. Namun, muncul pertanyaan apakah diperbolehkan untuk memperbarui nikah (tajdidun nikah) karena alasan ingin memperbaiki mahar yang diberikan.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, yang juga Direktur Aswaja Center NU Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menjelaskan bahwa tajdidun nikah atau memperbarui nikah adalah mengulang proses akad nikah. Menurutnya, fiqih Mazhab Imam Syafi’i mengenal konsep tajdidun nikah.

Dalam beberapa kasus, seperti suami yang menceraikan istrinya satu atau dua kali, jika suami tersebut merujuk pada masa iddah istri, maka tidak perlu melakukan akad nikah ulang. Cukup dengan menyatakan niat dan maksud rujuk. Namun, jika rujuk dilakukan setelah masa iddah berakhir, maka perlu dilakukan akad nikah ulang atau tajdidun nikah.

Selain itu, Kiai Ma’ruf juga menyebutkan bahwa dalam beberapa kasus, tajdidun nikah dilakukan tanpa adanya perceraian, misalnya karena pasangan suami-istri ingin memperbaiki atau memperindah mahar. Hal ini sudah dibahas dalam Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur pada tahun 1981, yang kesimpulannya adalah tajdidun nikah tanpa perceraian diperbolehkan, asalkan tujuannya untuk memperindah atau kehati-hatian dan tidak mengandung pengakuan talak (tidak perlu membayar mahar lagi).

Contoh tajdidun nikah yang dimaksud adalah, misalnya, seorang pasangan ingin mengganti mahar yang awalnya berupa seperangkat alat shalat menjadi satu paket umrah. Dalam hal ini, akad nikah dapat diulang dengan menyebutkan mahar yang baru, dan ini tidak menjadi masalah menurut Kiai Ma’ruf.

Selain itu, Kiai Ma’ruf juga memberikan contoh kasus tajdidun nikah karena kehati-hatian, misalnya ketika mempelai lelaki merasa gugup saat akad nikah, dan kemudian melakukan akad nikah ulang. Hal ini pun tidak menjadi masalah dan tidak mengandung pengakuan talak.

“Ada pendapat dari Imam Yusuf Al Ardabili yang mengatakan bahwa jika seseorang melakukan nikah ulang dua kali, maka nikah kedua itu dianggap sebagai pengakuan bahwa nikah pertama batal. Dengan demikian, mahar baru harus diberikan. Namun, pendapat ini tidak diterima oleh kebanyakan ulama,” tutur Kiai Ma’ruf.

Kiai Ma’ruf menegaskan bahwa dalam kitab At Tuhfah dijelaskan bahwa akad nikah kedua (tajdidun nikah) tidak menunjukkan pembatalan akad nikah pertama. Sebaliknya, tajdidun nikah hanya untuk memperindah atau kehati-hatian, sehingga tetap sah.

Kiai Ma’ruf juga memberikan contoh pasangan suami-istri yang awalnya menikah secara siri, kemudian melakukan pembaruan akad nikah di KUA. Pembaruan akad nikah ini sah dan tidak membatalkan pernikahan siri mereka yang pertama.

“Jika ada pasangan yang menikah di bawah tangan atau tanpa pencatatan di KUA (nikah siri), dan kemudian mereka datang ke KUA untuk melakukan pembaruan akad nikah, maka akad tersebut sah dan tidak membatalkan pernikahan yang pertama,” ujar Kiai Ma’ruf.