Syekh Nawawi al-Bantani Jelaskan Keutamaan Puasa Syaban

Nganjuk-Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihâyatuz Zain fi Irsyâdil Mubtadiîn menjelaskan bahwa salah satu keutamaan puasa Sya’ban adalah mendapatkan syafaat Rasulullah SAW pada hari kiamat. Hal ini karena Rasulullah SAW sangat menyukai ibadah puasa di bulan Sya’ban. Rasulullah mencintai bulan ini karena merupakan bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Namun, bulan Sya’ban sering dilupakan oleh umat Islam karena letaknya yang berada di antara dua bulan besar, yaitu Rajab dan Ramadhan.
Sebagai umat yang mencintai Rasulullah SAW, salah satu cara untuk memuliakan bulan Sya’ban adalah dengan melakukan ibadah puasa. Selain itu, Sya’ban juga merupakan bulan ketika amal tahunan umat manusia dilaporkan kepada Allah SWT, sehingga disunnahkan untuk berpuasa di bulan Sya’ban agar laporan amal tersebut diterima dalam keadaan berpuasa, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Dalam kitab Nihâyatuz Zain fi Irsyâdil Mubtadiîn (Dârul Fikr, Beirut, halaman 197), Syekh Nawawi al-Bantani menyebutkan bahwa puasa Sya’ban adalah puasa sunnah yang ke-12 karena kecintaan Rasulullah SAW terhadap bulan ini. Syekh Nawawi menganjurkan umat Muslim untuk berpuasa di bulan Sya’ban berdasarkan hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW biasa berpuasa di bulan Sya’ban.
Rasulullah SAW, menurut Syekh Nawawi, menyukai puasa Sya’ban karena keutamaannya yang besar. Barang siapa yang berpuasa di bulan Sya’ban, maka ia akan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
Dengan demikian, puasa Sya’ban menjadi amalan yang sangat dianjurkan bagi umat Islam sebagai bentuk pengagungan terhadap bulan yang dimuliakan Allah SWT ini.
Senada dengan Syekh Nawawi, Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fatâwal Kubral Fiqhiyyah juga menganjurkan umat Islam untuk berpuasa di bulan Sya’ban sebagai bentuk mengikuti kebiasaan Rasulullah SAW.
Namun, Ibnu Hajar al-Haitami tidak menganjurkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh di Sya’ban. Ia lebih menekankan untuk berpuasa pada separuh pertama bulan Sya’ban.
Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW tidak menganjurkan berpuasa di separuh kedua bulan Sya’ban. Hal ini bertujuan agar umat tidak salah paham dan menganggap puasa di bulan Sya’ban sebagai wajib.
Rasulullah SAW tidak berpuasa penuh selama satu bulan di Sya’ban agar puasa ini tetap dipahami sebagai ibadah sunnah, bukan kewajiban.
Tata Cara Puasa Syaban Puasa Syaban secara teknis dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, niat di hati. Niat puasa baik dilakukan dengan niat puasa mutlak, seperti: “Saya niat puasa,” atau dengan cara yang lebih baik sebagaimana berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ شَعْبَانَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma sya’bâna lilâhi ta’âlâ.
Artinya, “Saya niat puasa Sya’ban karena Allah ta’âlâ.
Nawaitu shauma sya’bâna lilâhi ta’âlâ. Artinya, “Saya niat puasa Sya’ban karena Allah ta’âlâ. Sebagaimana puasa sunnah lainnya, pertama, niat puasa Syaban dapat dilakukan sejak malam hari hingga siang sebelum masuk waktu zawal (saat matahari tergelincir ke barat), dengan syarat belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar atau sejak masuk waktu subuh.
Kedua, makan sahur. Lebih utama makan sahur dilakukan menjelang masuk waktu subuh sebelum imsak.
Ketiga, melaksanakan puasa dengan menahan diri dari segala hal yang membatalkan, seperti makan, minum dan semisalnya.
Keempat, lebih menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan pahala puasa seperti berkata kotor, menggunjing orang, dan segala perbuatan dosa. Kelima, segera berbuka puasa saat tiba waktu maghrib.